Yuusha no Segare v1 Bab 1 Bag 4

Bab 1 — Kisah Hideo

Bagian 4

Omong-omong tentang sekolah persiapan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan murid untuk ujian Universitas, sekolah yang mengikuti metode tradisional dari sejumlah besar murid yang duduk di kelas untuk mengambil pelajaran dari seorang guru menjadi langka.

Hal ini karena hampir setiap murid SMA melanjutkan ujian universitas akhir-akhir ini, dan metode pemeriksaan semakin intensif, untuk membedakan antara murid dengan perbedaan satu poin saja.

Yasuo menghadiri sebuah sekolah persiapan bernama Sekolah Tokorozawa, yang diiklankan sebagai "akademi ribu tahun". Setiap kelas dibagi oleh bilik, dan masing-masing stan dilengkapi dengan komputer dan headset, mirip dengan warnet. Para murid dapat memesan waktu dalam waktu yang tersedia dan menggunakan stan. Seiring dengan kursus tutorial video, stan juga membiarkan para murid untuk merevisi topik dan melakukan belajar mandiri.

Kursus tutorial dapat dipilih berdasarkan faktor-faktor seperti Universitas yang ingin diikuti murid, atau tingkat pemahaman mereka. Usai melihat tutorial video untuk jangka waktu yang ditentukan, murid harus melakukan tes untuk mengukur kemajuan mereka. Metode pengajaran semacam itu menjadi lebih umum.

Jika ada sesuatu yang tak dipahami oleh murid dalam tutorial atau belajar mandiri mereka, atau mereka memerlukan klarifikasi, mereka dapat meminta bimbingan dari pemimpin kelas mereka atau murid yang ditunjuk sebagai tutor yang bertanggung jawab atas pendidikan mereka.

Yasuo berpikir bahwa dia bisa fokus pada belajarnya, atau lebih tepatnya hidupnya sebagai murid kelas 3 SMA, dengan berkonsentrasi pada tutorial video yang diputar di layarnya. Tapi, harapan tersebut dirusak tanpa ampun oleh tutorial pemahaman bacaan bahasa Inggris yang telah dia pilih.

Tema pelajarannya adalah membaca cerpen, tapi ceritanya tentang satu-satunya anak perempuan seorang tentara yang bertempur dalam Perang Vietnam, mencari salah satu dari rekan sekerja ayahnya. Plotnya sangat mirip dengan situasi keluarga Kenzaki saat ini, sehingga ia tak dapat fokus membacanya. Anak perempuan itu memohon kepada pria tua yang merupakan protagonis ceritanya untuk menyelamatkan ayahnya dari keadaan sulit, namun protagonisnya memiliki keadaan yang mencegahnya segera bergegas menolong teman lamanya.

Usai membaca sebanyak ini, pikiran Yasuo menolak membaca sampai akhir cerita. Meskipun dia tahu bahwa ini adalah bagian dari silabus kursus, dia takut melihat apa yang akan terjadi di akhir cerita, saat dia mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika tindakan pria tua dalam cerita itu tumpang tindih dengan tindakan ayahnya.

Sayangnya, hari ini adalah hari ketika dia harus menyelesaikan tes untuk melanjutkan ke kursus berikutnya, dan tentu saja dia tak dapat menjawab satu pertanyaan pun dengan benar.

"Biasanya kamu tak seperti ini, adakah sesuatu yang mengganggumu?"

Karena itu, Kobayashi Yuusuke, yang merupakan mahasiswa tahun ketiga di Universitas Waseta dan tutor yang bertanggung jawab atas Yasuo, mencemaskannya.

Tentu saja, ada sesuatu yang dikhawatirkannya. Namun, itu bukan sesuatu yang bisa dipecahkan dengan bantuan tutor dari sekolah persiapannya.

Yasuo keluar dari sekolah persiapan yang tampak kecewa, dan mulai berjalan pulang dengan cemberut di wajahnya. Akhirnya, ia bisa melihat lampu rumahnya. Lampu di ruang tamu dan dapur dinyalakan, tapi dia tak tahu apakah Diana masih di sana atau tidak.

"Apa dia ingin tinggal di sini sampai ayah setuju untuk pergi bersamanya?"

Yasuo pingsan tadi malam dan tak sadar bahwa Diana telah tinggal, tapi ungkapan "Tanpa diduga tinggal bersama dengan seorang gadis cantik dari dunia lain" melayang di dalam pikirannya.

"Sesuatu yang bodoh mustahil terjadi."

Memikirkannya secara realistis, itu tak mungkin.

Tinggal selama satu atau dua malam bisa dimengerti, tapi dia tak mempertimbangkan kemungkinan Diana tinggal di rumah mereka.

Mengesampingkan pendapat pribadinya, itu adalah masalah sederhana seukuran rumah keluarga Kenzaki. Bahkan kamar ibunya, tempat Diana tidur nyenyak tadi malam, penuh dengan barang-barang yang telah terakumulasi selama masa tinggal mereka yang lama di rumah itu, dan pastinya sangat sulit menyiapkan futon di ruang sempit itu.

Lagi pula, kalau dia mempertimbangkan apakah dia ingin tinggal di rumah yang sama dengan dia, jawabannya pasti tidak.

Diana benar-benar cantik. Tapi, meksi kamu tak mempertimbangkan hal-hal tentang keberadaannya dari dunia yang berbeda dan sebagainya, dia masih seseorang yang tak dia ketahui.

Kalau dia menceritakan keseluruhan ceritanya kepada teman dekatnya, Aoto, Igarashi, dan Hino, mereka mungkin akan mengatakan sesuatu seperti ini:

"Bukan cuma ayahmu senang pergi, tapi kamu juga bisa tinggal di rumah yang sama dengan gadis cantik, apa lagi yang mungkin kamu inginkan?"

Kalau Diana adalah seseorang dari tempat yang lebih realistis, dan dia tak mengisi kepala ayahnya dengan omong kosong seperti itu, mungkin Yasuo juga akan memikirkan hal yang sama. Tapi, menurut pendapat Yasuo, Diana adalah seorang penyusup yang datang untuk menghancurkan kedamaian keluarganya. Dia pernah mendengar bahwa pemujaan keagamaan yang meragukan kadang-kadang menggunakan wanita cantik untuk memancing pria muda, dan situasi ini terasa sangat dekat dengan itu.

"Haa...aku pulang."

Tapi, dia tak punya pilihan untuk tak pulang ke rumah. Dia membuka pintu depan rumahnya dengan hati yang berat, dan saat itulah dia mendengarnya.

"Hmm?"

Seseorang bernyanyi. Itu adalah suara yang gemetar, tapi jelas suara seorang gadis bernyanyi dari hatinya.

Tapi, lirik lagu yang dia dengar pasti bukan bahasa Jepang. Yang berarti bahwa orang yang bernyanyi itu...

"......"

Ketika dia diam-diam membuka pintu ke ruang tamu, dia melihat Diana, yang menghadapinya dari jauh dan bernyanyi sambil berjaga di depan secangkir teh hitam yang mengepul. Omong-omong, baju yang dia kenakan itu milik ibunya, seperti di pagi hari.

Mendengar lebih dekat, dia menyadari sampai suaranya tak gemetar, dia hanya menyanyikan melodi dengan ritme yang lamban saat mencoba menahan suaranya.

Namun, tiba-tiba sulit menyanyikan rentang lagu yang lebih rendah dengan ritme yang lambat dengan suara rendah dan mantap tanpa menggunakan vibrato, kecuali jika kamu terbiasa menyanyikannya.

Yasuo teringat suara nyanyiannya yang indah, dan tanpa sengaja dia mengeluarkan suaranya.

"Apa itu nyanyian rohani?"

"Ya... ah! Selamat datang kembali!"

Diana pasti sudah mendengar suaranya, jadi tiba-tiba dia berhenti bernyanyi dan berbalik.
Karena itu, lututnya menabrak secangkir teh dan isinya terbang ke mana-mana.

"Aduh, panas!"

"H-Hei, lebih hati-hati."

Melihat teh yang tampaknya panas itu tumpah di kaki Diana, Yasuo pun panik.

"Hei, apa kamu baik-baik saja? Ini, gunakan ini!"

Yasuo bergegas masuk ke dapur tanpa meletakkan tasnya, dan melemparkan kain piring pada Diana usai dibasahi air dan meremas airnya dengan ringan.

"Umm... apa kamu d-dengar, dengar itu-"

"Apakah kamu terbakar? Gunakan itu untuk mendinginkannya dulu!"

"Kamu dengar itu? Dengar!? Umm, aku pernah dengar bahwa seharusnya kamu tak membuat alat sebasah ini, tunggu, apa tadi kamu benar-benar mendengarku!?"

Diana tampak sangat bingung, dan bergerak dalam kebingungan dengan wajah merah sambil menahan remote TV yang telah disiram dengan teh seolah benda itu sangat penting.

"Takkan retak semudah itu. Lebih penting lagi, kakimu! Sebagian besar teh tumpah di kakimu! Apa kamu terbakar..."

"Ah! Umm, aku tak terbakar, tapi baju Madoka kotor, aku sangat menyesal!"

Diana mulai melepaskan celananya saat masih berwajah merah dan berpegangan pada remote, jadi giliran Yasuo yang merasa malu dan menjadi bingung.

"Hei, berhenti! Jangan membukannya disini!!"

"T-Tapi, noda teh sulit dihilangkan sehingga aku perlu segera mencucinya!"

"Pergi ke kamar kecil!"

"Tapi, tapi aku tak boleh mengganggu saat Madoka berada di tengah bak mandinya!"

"Ibu sedang mandi!? Bukan masalah, bak mandi dipisahkan dari sisa kamar kecil, jadi kamu bisa masuk!"

"Ah, kamu benar! Maaf, aku menunjukkan sisi memalukanku di depanmu, Yasuo!"

"Seperti kataku tadi, jangan buka bajumu disini! Pergi ke kamar kecil!"

"Ahh, aku tengah berdoa...! Dan aku membuat kekacauan di depan Yasuo...!"

Yasuo merasa lega melihat Diana menuju ke kamar kecil usai pembicaraan mereka yang panas. Dia menyadari bahwa dia masih memegang tasnya, dan meletakkannya. Lalu dia menaruh cangkir yang telah terkena Diana di wastafel, membilas kain piring, dan selesai membersihkan teh yang tumpah. Lalu dia mendengar suara Diana yang terdengar minta maaf.

"Ahh, Yasuo, aku sangat menyesal, tapi..."

"Hmm?"

Dia mencengkeram tangannya melalui pintu yang agak terbuka ke ruang tamu, dan menunjuk ke pintu kamar ibunya yang berada di sisi lain ruang tamu.

"Umm, Madoka memberiku beberapa piyama untuk dipakai di malam hari, tapi..."

"Ah."

Apa yang dia harapkan dia lakukan? Dia mengangguk seolah mengerti, tapi kemudian menyadari bahwa dia tak berpikir jernih usai terjebak dalam masalah biasa seperti ini.

"Umm, bisakah kamu...pergi mengambilnya... untukku..."

"Eh? Ahh! Aku mengerti, tunggu sebentar. Maaf, sejujurnya aku tak menyadarinya!"



Usai memikirkannya sejenak, Yasuo menyadari bahwa ia kurang mendapat pertimbangan. Jika dia telah mencuci celana yang dia kenakan, maka jelas dia tak bisa melewati Yasuo dengan keadaan itu.

Yasuo berlari ke kamar ibunya dan meraih piyama yang telah dilipat dengan hati-hati untuk memastikannya tak kusut. Sebagai anak laki-laki usia SMA, dia merasa menyesal sejenak bahwa Diana telah mendapatkan ketenangannya, tapi melepaskan perasaan itu dan melemparkan piyama di pintu seberang sambil berusaha untuk tak membuatnya terlalu kusut.

Begitu dia melemparnya, dia menyadari bahwa dia bisa saja menyerahkannya padanya tanpa melihat, tapi memutuskan untuk tak terlalu memikirkan hal itu.

"Terima kasih banyak."

Tak lama kemudian, Diana muncul dihadapan Yasuo mengenakan piyama ibunya, dan berdiri di sana sambil gelisah dan menatapnya dengan mata almond.

"Umm...tentang itu, yah..."

"Tidak, itu salahku. Aku benar-benar tak punya niat lain, jujur."

Yasuo mulai meminta maaf kepada Diana sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, tapi sepertinya dia membuat alasan, dan tak bisa menahan diri untuk tak bicara.

Seorang gadis yang hanya mengenakan celana dalamnya telah berada di sisi lain dinding.

Jantung Yasuo benar-benar terguncang oleh pikiran itu, dan saat detak jantungnya melejit, wajahnya juga menjadi merah.

Wajah Diana bahkan lebih merah dari pada wajah Yasuo, tapi dia menggelengkan kepalanya sungguh-sungguh.

"T-tidak! A-aku tak membicarakan hal itu...."

"Eh? Lalu apa? Oh, kamu tengah membicarakan hal itu."

Akhirnya Yasuo teringat apa yang terjadi sebelum kejadian terakhir ini, dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, meski masih terguncang. Lalu dia berbicara dengan kecepatan yang sedikit cepat:

"Maaf, aku mendengarmu. T-Tapi kalau kamu akan bernyanyi di ruang tamu, jelas seseorang akan mendengarnya."

Meski kalimat itu juga terdengar seperti alasan, kata-kata itu sepertinya memberi dampak kuat pada Diana, karena wajahnya bahkan menjadi lebih memerah.

"A-aku minta maaf karena membuat bunyi gaduh... Umm, itu semacam etiket yang diikuti oleh orang-orang di Resteria belakangan ini, dan ini adalah sesuatu yang biasa kulakukan..."

Apakah itu memalukan baginya untuk dilihat saat dia bernyanyi?

"Lagunya...adalah etiket?"

Saat dia baru saja mengajukan pertanyaan yang terpikir olehnya, Diana panik lagi.

"Umm, aku selalu tak berdaya untuk bernyanyi, dan Pendeta Gereja selalu akan memakiku dengan mengatakan bahwa aku tak menaruh hatiku ke dalam doa, aku sama sekali tak punya kekuatan!"

Dia tak tahu apa yang dimaksud Diana dengan 'kekuatan' nyanyian itu, tapi alasan Diana tak berhenti sampai di situ saja.

"Karena itulah aku tak berpikir kamu akan percaya padaku saat mengatakan ini, tapi lagu yang kunyanyikan tadi adalah... benar, itu yang kamu sebut 'doa' di dunia ini! Ini seperti Namu Amida Butsu!"

"Fu."

Sepertinya Diana masih panik saat dia melambaikan tangannya dan menyilangkannya di depan wajahnya beberapa kali.

Yasuo tertawa terbahak-bahak karena penggunaan kata "Namu Amida Butsu" yang tiba-tiba, tapi itu membuatnya bisa mendapatkan ketenangannya didepan Diana.

"Namu Amida Butsu bukan doa, itu sutra. Yah, kurasa keduanya sama sekali tak berbeda."

"Okyou? Umm, ayo kita lihat, 'okyou'...apakah itu berarti ikan besar?"

"Itu Ohyou."

Berbicara tentang halibut, Yasuo pernah menonton di TV sebelumnya ada ikan besar yang digunakan dalam pembuatan sushi, dan juga cocok dengan kari. Dia terkejut karena pengetahuan tentang ikan itu kembali kepadanya dengan sangat cepat meskipun sebelumnya dia melihatnya di TV sekali, dan juga terkejut bahwa Diana tahu tentang ikan itu tapi bukan tentang sutra.

"Ah, baiklah kalau orang Kristen berdoa di rumah pada malam hari, dan ada nyanyian rohani yang dinyanyikan sebelum tidur. Kalau begitu, aku bisa mengerti."

"Eh?"

Diana berkedip mendengar kata-kata tak terduga dari Yasuo.

Meskipun Yasuo tak menyadarinya, ini adalah pertama kalinya dia mengatakan sesuatu yang positif kepada Diana.

"Aku masih tak percaya hal-hal tentangmu berasal dari dunia yang berbeda, tapi nyanyianmu... yah, kupikir itu cukup bagus."

"Sungguh? Itu pertama kalinya ada yang mengatakan hal itu padaku."

Diana memintanya untuk mengonfirmasi dengan malu-malu, tapi dia sedikit tersenyum dari kegembiraan karena dipuji.

Tak apa-apa kalau dia meninggalkannya seperti ini, tapi tiba-tiba Yasuo merasa malu karena telah memuji dia dengan jujur, jadi dia menambahkan beberapa kata yang tak perlu.

"Rasanya kamu biasa menyanyikan lagu itu. Karena kamu bilang itu menjadi kebiasaan, kurasa aku bisa mengerti itu. Tapi, melodi itu terasa agak gelap."

"Ahh, tentang itu, lagunya sebenarnya requiem yang dinyanyikan sebelum tidur."

Diana buru-buru membalas komentarnya. Dia tampak putus asa untuk memperpanjang waktu yang dihabiskan untuk berbicara dengan Yasuo sebentar lagi.

"Requiem? Sebelum tidur?"

Dia merasa itu hampir tak bisa diklasifikasikan sebagai kebiasaan ceria.

"Ya. Ada beberapa himne yang dimaksudkan untuk dinyanyikan sebelum tidur, tapi aku... tidak, semua tentara Magitech mungkin menyanyikan lagu ini sebagai gantinya."

Yasuo hendak menanyakan alasan di balik melakukan itu, tapi dia menghentikan dirinya sendiri usai mendengar kata 'tentara Magitech'. Itu adalah sinyal bahaya sampai dia akan mulai membicarakan hal-hal dunia lain lagi. Meski bukan itu masalahnya, dia merasa telah berbicara dengannya sedikit terlalu banyak.

Mungkin membiarkan lengah karena insiden dengan teh itu adalah ide yang buruk. Yasuo juga merasa malu saat berkomentar tentang nyanyiannya.

"Kalau begitu, aku akan pergi ke kamarku."

Usai mengatakan itu, Yasuo berpaling dari Diana dan mulai meninggalkan ruangan, sementara diam-diam mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia tak lengah terhadapnya.

"T-Tunggu!"

Saat itu, Diana memanggilnya.

"Terima kasih banyak. Itu adalah pertama kalinya orang lain selain orangtuaku memuji nyanyianku, jadi... baiklah..."

"…Baik-baik saja."

Yasuo benar-benar tak tahu kenapa dia bicara 'baik-baik saja', tapi ketika dia berbalik untuk melihat Diana, dia sedikit tersipu karena alasan yang sama sekali berbeda, dan dia berpikir bahwa dia terlihat imut meskipun dia benci, dan nadanya menjadi kasar.

"Yasuo, apa kamu tahu banyak tentang bernyanyi?"

"Tak juga, aku hanya bernyanyi sebentar, untuk klubku di sekolah."

Jangankan teknik dan jumlah tahun dia bernyanyi, dia tak tahu banyak tentang musik dan bernyanyi dalam bahasa skolastik. Dia mencoba melarikan diri dengan mengucapkan kata-kata itu, tapi mata Diana yang berkilauan tak membiarkannya.

"Itu luar biasa! Aku tak pernah memiliki pelatihan formal dalam menyanyi, jadi aku sedikit cemburu."

"Itu bukan masalah besar... Umm, aku harus benar-benar pergi-"

"Ah, maaf, aku menahanmu untuk tak pergi. Terima kasih banyak, dan selamat malam!"

Dia melarikan diri terlihat seperti penjahat yang takut dengan tatapan orang yang lewat.

Yasuo merasa bahwa dia baru saja sedikit lebih tertarik untuk bernyanyi daripada yang lainnya di SMP.

Meskipun teman dekatnya, wakil ketua Klub Teater, telah memujinya, dia menganggapnya sebagai pura-pura saja, yang dimaksudkan untuk mendorongnya karena keadaannya. Lebih dari segalanya, dia merasa ragu untuk mengatakan bahwa dia telah menyanyi dibandingkan dengan Diana yang bernyanyi sehari-hari sebagai bagian dari rutinitas normalnya, dan merasa malu karena cukup sombong untuk mengevaluasi nyanyiannya meskipun hanya memiliki beberapa tahun pengalaman.

Dia telah menolak Diana selama dia pulang dari sekolah persiapan, tapi perasaan itu benar-benar lenyap. Yasuo dipenuhi rasa malu yang luar biasa, dan kabur ke kamarnya sendiri.

Dia melemparkan dirinya ke tempat tidurnya, dan memukul tembok dengan frustrasi. Sebagai gantinya, Nodoka memukul dinding dari sisi lain, yang ada di kamarnya.

"Ini menyebalkan."

Baik Aoto maupun Diana tak punya niat jahat saat mereka berbicara dengannya. Namun, hasilnya adalah bahwa Yasuo merasa seolah-olah seseorang telah menggosok garam ke luka yang baru saja mulai sembuh.

Dia tahu bahwa dia menjalani kehidupan SMA yang setengah hati. Namun, tak peduli apa yang dikatakan, Klub Paduan Suara takkan dipulihkan, dan Diana masih berada di lantai bawah.

Dia merasa ingin menutup matanya dan melarikan diri ke dalam dunia mimpi, dan menghapus semua yang telah terjadi hari ini. Dia memejamkan mata dengan berpikir bahwa tak masalah meski luka itu tak sembuh, dia hanya ingin waktu yang cukup untuk terlewat lagi sehingga dia bisa melupakannya.

Begitu dia lulus SMA, lingkungannya akan berubah drastis.

SMA adalah tempat di mana kamu hanya menghabiskan tiga tahun. Alih-alih berjuang sia-sia dan menyakiti diri sendiri lebih banyak, jauh lebih baik menahan diri dari rasa sakit yang membosankan dan bertahan, dan kemudian memulai lagi di lingkungan baru.

Namun, meski dengan mata terpejam, ia masih bisa melihat wajah Diana, penuh kebahagiaan saat memuji nyanyiannya, dan pipinya menjadi panas lagi. Saat dia berusaha melepaskan diri dari penglihatan Diana, dia teringat akan penampilan Pedang Suci ayahnya.

"Aaarrrrghhhhhh! Apa yang telah terjadi selama dua hari terakhir ini!?"

Hal-hal yang telah dia coba hindari sampai sekarang semuanya kembali sekaligus, dan seolah mengumpulkan dosa itu, mereka menyerangnya dari arah yang tak terduga. Berapa lama dia harus menanggung situasi ini?

"Tenanglah!"

"…Maaf."

Nodoka memprotes melalui dinding melawan teriakan impulsifnya, dan Yasuo meminta maaf secara refleks.

Tapi, itu membuat Yasuo bertanya-tanya apa sebenarnya yang dipikirkan Nodoka tentang semuanya. Kecantikan Diana membuatnya tak sengaja menjaga jarak di sekelilingnya, tapi itu takkan berhasil pada Nodoka. Dia pasti punya alasan untuk tak emosional dan menjalani hidupnya seperti biasa, bahkan usai mendengarkan cerita tak masuk akal itu dan mencari tahu tentang Diana.

Yasuo berdiri sambil berpikir bahwa saudara kandung yang dilemparkan oleh perilaku orangtua mereka harus bekerja sama untuk mengatasi situasi ini. Pada saat itu:

"Umm, Yasuo, apa kamu punya waktu sebentar?"

Ketukan Diana dan suaranya sampai di telinganya melalui pintu, dan Yasuo terjatuh seolah tertegun oleh suaranya.

"Ah, kita bisa bicara seperti ini. Aku hanya ingin memberitahumu tentang rencana besok."

Dia tak tahu bagaimana Diana menafsirkan suara yang keluar dari kamarnya, tapi dia terus berbicara sambil terdengar sedikit panik.

"Aku datang untuk melihat bahwa Hideo sangat penting bagi kalian semua, dan tak masuk akal jika kita ingin membawanya pergi darimu dengan pemberitahuan singkat seperti itu. aku yakin kamu dan Nodoka hanya bisa melihatku sebagai pengganggu, yang telah datang untuk menghancurkan kehidupan keluarga kalian yang damai."

"Uhh, yeah."

Usai mengatakan itu, Yasuo menyadari bahwa dia telah menyebut Diana sebagai gangguan secara langsung (meskipun mereka dipisahkan oleh sebuah pintu) tapi langsung tersadar usai kejadian tersebut.

Diana sepertinya tak keberatan, dan terus berbicara dengan nada yang sama.

"Tentu saja, aku tak berniat menyerah saat memanggil Hideo kembali, tapi aku tak ingin melakukan itu meski itu berarti menabur perselisihan di keluarganya. Dan karenanya…"

Dan kemudian, dia mengatakan sesuatu yang tak diharapkan Yasuo.

"Aku akan kembali ke Ante Lande besok. Terima kasih telah merawatku selama dua hari terakhir ini."

"Eh?"

Pada saat itu, baik Yasuo dan Nodoka membuka pintu ke kamar mereka, dan menatap Diana dengan pertanyaan.

"Diana-san, kamu akan kembali?"

Diana memberi anggukan kecil kepada Nodoka yang tampak terkejut.

"Aku berencana pergi besok pagi, pada saat bersamaan kalian berdua meninggalkan rumah ini."

"Be-begitu ya."

Meski bukan berarti dia telah menyerah sepenuhnya, Yasuo dan Nodoka tak menyangka dia bisa pergi begitu saja, jadi mereka saling memandang dengan ekspresi rumit di wajah mereka.

"Tapi, ada sesuatu yang harus kalian ketahui. Aku datang ke sini untuk misi Kerajaan Resteria. Karena itu, terlepas dari situasinya, kembali dengan tangan hampa berarti aku gagal dalam misi yang diberikan kepadaku oleh raja."

"Apakah itu berarti kamu akan dihukum karena tak bisa berhasil?"

Dengan kata-kata Nodoka, Diana tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.

"Evaluasiku di tempat kerja mungkin akan sedikit turun, tapi itu sepele dibandingkan dengan krisis yang mengancam dunia. Tapi, masalahnya adalah tentang apa yang akan terjadi selanjutnya."

"Selanjutnya?"

"Ya. Aku diberi misi memanggil Hideo karena ibu dan orangtua kalian adalah teman lama. Tapi, aku masih seorang pemula yang baru saja menjadi tentara Magitech selama dua tahun. Ada banyak orang yang berpikir bahwa aku tak cocok untuk mengawal Pahlawan Keselamatan, dan bahwa aku diberi misi penting karena pengaruh orangtuaku."

"Ugh. Sepertinya ada orang seperti itu kemanapun kamu pergi."

Entah kenapa, Nodoka mengangguk seakan yakin.

"Aku berencana untuk melaporkan bahwa 'Hideo memiliki keluarga yang sangat disayanginya, dan dia tak mau meninggalkan mereka untuk datang ke Ante Lande.' Tapi, aku mungkin bisa dikeluarkan dari misi memanggil Hideo sama sekali. Dalam hal itu…"

"Penggantianmu mungkin bukan seseorang yang sangat ingin mendengarkan keadaan kita, apakah itu yang ingin kamu katakan?"

Menilai dari apa yang dikatakan Diana sejauh ini, itulah satu-satunya kesimpulan logis.

Diana mengangguk seolah untuk memastikan ramalan Yasuo.

"Benar. Kalian berdua mungkin masih merasa sulit dipercaya, tapi Ante Lande benar-benar ada, dan keadaan di sana memburuk dengan cepat. Kalau begini, takkan aneh jika ada kepanikan yang lebih besar dari apa yang terjadi tiga puluh tahun yang lalu saat kekacauan yang disebabkan oleh Raja Iblis Kaul. Karena ini adalah masalah besar seperti memanggil Hideo, sang Pahlawan, kurasa mereka takkan mengirim siapapun. Tapi, aku masih berpikir bahwa kalian harus mengingat hal ini."

"Aku masih belum terbiasa mendengar nama 'Hideo, sang Pahlawan', tapi bisakah kamu benar-benar kembali?"

"Ya. Cuma kembali ke Ante Lande itu mudah bagiku."

Meskipun dia masih belum memutuskan untuk menerima kisah Diana tentang dari mana asalnya, pada saat ini, Yasuo memiliki sebuah pencerahan mengenai ungkapan "dunia lain" yang telah dia dengar di masa kecilnya.

"Kalau begitu, tak bisakah kamu melakukan sesuatu seperti ini? B-bukankah aku percaya sesuatu tentang dunia dan barang lain ini, tapi..."

Usai menambahkan kata-kata yang tak perlu itu, dia melanjutkan.

"Bisakah Ayah pergi ke tempat itu - apakah itu bernama Ante Lande? - untuk bekerja kalau dia punya waktu luang, dan kembali lagi ke sini menjelang tidur?"

"Eh?"

"Ah, kedengarannya agak bagus."

Diana terbelalak kaget, dan Nodoka bertepuk tangan keras.

"Bergerak di antara dunia, bukankah itu seperti melakukan warp menggunakan sihir? Kalau hanya mengirimnya seperti itu kemanapun dia harus pergi, bukankah itu menyenangkan? Woah, itu berarti Ayah bisa menghindari naik kereta api yang padat untuk bekerja, Onii-chan, kadang-kadang kamu punya ide bagus."

Berpikir untuk menghindari komuter terburu-buru menggunakan sihir yang menghubungkan dunia yang berbeda, itu adalah cara berpikiran kecil yang indah untuk melihat mekanisme yang begitu hebat.

Tapi, contoh Nodoka masih cukup dekat dengan apa yang ingin dikatakan Yasuo.

"Ahh, jadi itu maksudmu. Maaf, kita tak bisa melakukan itu."

Namun, Diana menolak ide mereka usai memikirkannya sejenak.

"Aku tak yakin seperti apa fenomena 'warp', tapi butuh banyak waktu untuk bergerak di antara dunia. Waktunya membawaku untuk datang ke Jepang dari Resteria menggunakan Menara Gerbang yang merupakan konstruksi magis yang dirancang untuk melintasi jarak yang jauh, sekitar dua jam sesuai persyaratan kalian."

"Tentu, dua jam sepertinya lama, tapi kupikir ayah mungkin sudah terbiasa bepergian selama itu, tahu? Bahkan sampai hari ini, dia pergi dalam perjalanan ke Osaka, yang sebenarnya membutuhkan lebih banyak waktu."

"Bukan, itu bukan satu-satunya masalah."

Diana bergegas menghentikan Yasuo, yang membuat usulan yang optimis.

"Butuh sejumlah besar energi bagi seseorang untuk melakukan perjalanan di antara dunia."

"Maksudmu, ini membutuhkan sihir yang hebat?"

Diana membuat ekspresi pahit pada pertanyaan Nodoka.

"Tidak apa-apa memikirkannya seperti itu. Bagaimanapun, sangat sulit mempertahankan tingkat energi yang dibutuhkan agar Menara Gerbang tetap beroperasi."

"Mempertahankan?"

Yasuo dan Nodoka mengerjapkan mata dengan tiba-tiba menggunakan istilah yang realistis.

"Mengoperasi Menara Gerbang dan mengangkut massa yang setara dengan pria dewasa rata-rata membutuhkan sekitar tiga persen dari anggaran tahunan Kerajaan Resteria."

"T-Tiga persen dari anggaran tahunan Kerajaan!?"

"Tentu saja, tak seperti uang itu menguap begitu saja saat Menara Gerbang diaktifkan, tapi dibutuhkan banyak persiapan untuk membuatnya berjalan, dan itu bukan sesuatu yang aku punya wewenang untuk digunakan sesuka hati... Maaf telah mengatakan sesuatu yang Menghancurkan harapanmu."

"Jadi, apakah itu berarti kamu membuang enam persen anggaran tahunan negaramu untuk datang ke sini dan kembali, meskipun kamu tak bisa mencapai misimu, Diana-san?"

"Menara Gerbang bekerja berdasarkan prinsip 'melakukan perjalanan pulang-pergi', jadi dibutuhkan tiga persen untuk datang dan kembali. Selain itu, ada sedikit perbedaan dalam prosedur pembuatan perjalanan pulang-pergi tergantung pada apakah kamu memulai dari sisi itu atau sisi ini, dan juga akan ada perbedaan tergantung pada berapa banyak massa yang ingin kamu angkut, sehingga dana yang dibutuhkan akan berubah tergantung pada faktor tersebut. Hanya saja, karena kita menggunakan uang pajak yang dikumpulkan dari warga, kita tak bisa menggunakannya seperti yang kita inginkan."

"B-Begitu ya."

Jika, seperti yang dikatakan Diana, dibutuhkan tiga persen dari anggaran tahunan mereka untuk melakukan perjalanan antara dunia, apakah dia benar-benar hanya dimaafkan dengan sedikit merendahkan evaluasi di tempat kerja jika dia gagal dalam misinya?

Meskipun Yasuo mengerti bahwa itu tak menyangkut dia, dia tak bisa menghindari kekhawatiran. Bukannya Diana membacakan pikirannya, tapi dia masih tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Tak masalah. Karena kita memanggil Pahlawan legendaris, kita sudah merencanakan untuk melakukan banyak perjalanan pulang-pergi. Selain itu, saat ini kami dalam keadaan darurat. Karena Hideo memiliki pencapaian memimpin dunia tiga puluh tahun yang lalu, jika diminta, kami juga dapat menambah dana kami dengan mengambil pinjaman dengan bunga tinggi untuk keperluan perang."

Jadi pada dasarnya dia bilang bahwa mereka dapat menggunakan prestasi masa lalunya sebagai jaminan untuk mengambil pinjaman dari negara lain, sehingga mengumpulkan dana yang dibutuhkan. Rasanya aneh mendengar seseorang dari dunia fantasi menggunakan ungkapan seperti "anggaran nasional" dan "utang masa perang".

Namun, itu bergema jauh lebih kuat dengan Yasuo daripada Pedang Suci ayahnya atau sihir ibunya, dan memberi arti realitas pada kata-kata Diana.

Dia telah mendengar bahwa MMO baru-baru ini mengoperasikan dunia khayalan mereka dalam mode yang sangat dekat untuk menjalankan negara asli, tapi yang diinginkan Diana bukanlah avatar Pahlawan, tapi Pahlawan itu sendiri.

"Yah, bukankah aku benar-benar mempercayai hal-hal seperti dunia lain dan sihir..."

"Ya."

Diana tak lagi goyah usai mendengarnya berulang-ulang kali dia tak percaya berkali-kali.

"Apa sebenarnya yang terjadi? Kamu bilang sesuatu tentang Raja Iblis yang disebut Kaul di Ante Lande, bukan? Apa sebenarnya maksudmu dengan bayang-bayang Raja Iblis tua itu?"

"Ah ya. Selama perang tiga puluh tahun yang lalu ketika Hideo dan Madoka menciptakan legenda mereka, sejumlah besar orang terbunuh oleh 'Iblis Aneh(Grotesque Demons)' yang berbeda dari manusia dalam jenis lingkungan tempat mereka tinggal, dan segala hal lainnya."

Itu sangat mudah dimengerti, tapi sepertinya dia menyiratkan bahwa ada sesuatu yang berbeda saat ini.

"Namun, kali ini, ini benar-benar sebuah 'bayangan'. Beberapa dari mereka adalah antek-antek Raja Iblis dan yang lainnya adalah sesuatu yang lain, tapi ada laporan tentang penampilan di seluruh dunia......"

Baru usai Diana menceritakan hal yang sama kepada mereka.

Deru gemuruh terdengar dari bawah, dan Yasuo dan Nodoka meringkuk pada saat bersamaan.

Namun, Diana bergerak cepat.

Dia melompat menuruni tangga dengan satu lompatan, mendarat dengan ringan di koridor di lantai bawah yang menegaskan arah suara itu berasal.

Di sana, dia melihat pintu depan rumah Kenzaki yang telah hancur dan terhempas, tergeletak di lantai.

"Mereka sudah... sampai mengejar sejauh ini? Dan bahkan tanpa menggunakan Menara Gerbang!?"

Diana mengertakkan gigi dan melotot pada siluet penyeludup yang berkedip-kedip di lokasi itu.

Ada bayangan yang berkedip-kedip yang tampak seperti nyala api, berdiri di sana.

Itu tampak seperti gumpalan batu bara yang telah ditempatkan di tungku, dan memberi kesan nyala api hitam yang kencang. Itu dikumpulkan sendiri tepat di luar pintu, dan kemudian:

"Ooo... Hideoooo... Pahlawan.... Hideoooo"

Ksatria kegelapan, berjubah dalam kegelapan dan memiliki mata merah yang tak menyenangkan, berdiri dari sana terlihat seperti dilahirkan dari kegelapan dan tengah menyerap bayangan.

Diana melihat lurus ke belakang tanpa takut mata merah menyala itu, dan menguatkan dirinya sendiri secara perlahan.

Gadis muda, yang mengenakan piyama Madoka, memiliki mata hijau yang bersinar seolah diterangi oleh sinar matahari.

"Aku pasti akan melindungi keluarga Hideo!"

Di saat berikutnya, ksatria bayangan, dan gadis bermaata hijau berpakaian piyama itu bentrok di ambang pintu dengan segera.

Post a Comment

0 Comments