Yuusha no Segare v1 Bab 2 Bag 1

Bab 2 – Ibuku Kuat

Bagian 1

Itu adalah awal musim semi, dan kota itu diterangi oleh cahaya mentari yang masih terbenam cukup awal.

Yasuo menancapkan dagunya ke kerah mantelnya yang dia kenakan dengan pakaian biasa, dan menatap sekolah persiapannya. Detik berikutnya, dia membuat wajah seperti digigit serangga, dan berkata pada Diana yang tengah berdiri di sampingnya:

"Tolong, kembali saja ke rumah."

Namun, Diana menjawab sambil menatapnya dengan mata yang bersinar dengan tekad:

"Tidak! Aku tak bisa melakukan itu! Tidak, setelah apa yang terjadi kemarin. Kita tak tahu apa yang akan terjadi!"

"Kalau begitu, bagaimana dengan Ibu dan Nodoka..."

"Kamu tak perlu khawatir tentang mereka."

Diana tersenyum sambil mengepalkan tinjunya.

"Seorang pemula sepertiku hanya akan menghalangi Madoka jika terjadi sesuatu. Itu hanya akan membahayakan Nodoka. Karena Rainbow Sage ada di sana, kamu bisa menganggap rumahmu aman."

"…Begitu."

Yasuo membalas dengan suara lelah dan menurunkan bahunya.

Dia mengerti bahwa dia takkan bisa meyakinkannya, tak peduli apa yang dia katakan. Seolah ingin membuktikan pemikiran itu, Diana terus berbicara.

"Inilah tugasku sebagai Tentara Magitech Resteria untuk melindungi keluarga Hideo selama ketidakhadirannya. Karena itulah wajar kalau aku menemanimu sebagai penjaga saat kamu tak dekat Madoka!"

"Tapi... Umm... oke, aku mengerti."

Dia memiliki banyak keberatan terhadap pernyataan itu, tapi mungkin tak ada gunanya mencoba dan membicarakan Diana sejak dia begitu bertekad, dan lebih tak mungkin dia bisa mengirimnya kembali ke rumah dengan paksa.

Dalam hal itu, satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah mencoba yang terbaik agar Diana tak bersikap aneh di depan orang lain.

Tak ada alasan mengapa istilah seperti 'dunia lain' dan 'Ante Lande' harus dirahasiakan. Itu karena kebanyakan orang takkan percaya hal seperti itu meski kamu memberi tahu mereka. Jika ada, dia ingin merahasiakan keberadaan Diana sendiri.

Dilihat oleh perilakunya di dalam kediaman Kenzaki, Diana adalah orang yang santun. Namun, ucapan dan tindakannya pasti akan menonjol dalam masyarakat Jepang saat ini. Dilihat dari ucapannya, orang akan menganggap Diana sebagai pelayan pribadi Yasuo.

Tentu saja, dia telah meminjam satu set pakaian dari ibunya, dan dia tak mengenakan zirahnya. Tapi, tak diragukan lagi bahwa dia menyembunyikan senjata misterius miliknya di bawah mantel ibunya. Selain itu, mantel abu-abu yang terlihat seperti pakaian biasa saat dipakai oleh ibunya tampak seperti iklan untuk merek mahal saat dipakai oleh Diana.

Jika Aoto, Igarashi, atau Hino melihatnya, dia pasti akan terbebani dengan pertanyaan tentang siapa gadis cantik berambut pirang itu dan bagaimana hubungan mereka. Meski dia berhasil menjawabnya, kata itu akan membuat Yasuo dalam hubungan dekat dengan si gadis cantik berambut pirang, dan dia takkan bisa mengatasi semua rumor tersebut.

"...Yah, aku akan pergi sekarang."

"Baik! Aku akan bersembunyi di suatu tempat, dan berlari dalam keadaan darurat, jadi silakan rileks dan fokus pada belajarmu!"

"…Tentu."

Usai mendapat sorakan hangat dari Diana yang terlihat sangat antusias, Yasuo berhasil masuk ke gedung, tapi:

"Eh?"

Dia baru saja berpaling sejenak, tapi Diana sudah lenyap. Apakah dia melompat ke atap gedung atau semacamnya?

Pikiran absurd itu melintas di benak Yasuo, dan dia menatap ke arah gedung. Lalu dia menyadari bahwa tak ada gunanya memikirkannya, jadi dia menggelengkan kepalanya dan mengeluarkannya dari pikirannya.

Dia ingin membenamkan dirinya dalam tugasnya sebagai seorang murid, setidaknya saat dia di sekolah persiapan. Apalagi sejak dia libur sekolah karena kejadian semalam.

Berpikir tentang alasan ketidakhadirannya, Yasuo mengerti bahwa kehidupan kesehariannya akan kacau balau sejak besok. Lagipula, dia tak lagi dapat bersikeras bahwa ucapan Diana adalah sebuah kebohongan dan menolaknya secara langsung.

Dunia sihir, Ante Lande, yang telah diselamatkan oleh seorang Pahlawan.

Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan cara lain telah terjadi di ambang pintu rumah Kenzaki tadi malam.


Yasuo dan Nodoka sama-sama terkejut mendengar suara keras, dan tak bisa segera bereaksi.

Diana sendiri telah melompat turun, dan meneriakkan sesuatu. Yasuo meninggalkan Nodoka di lantai dua dan dengan ragu-ragu menuju ke lantai bawah, dan dia melihat pintu depan yang hancur dan terhempas dengan semacam kekuatan luar biasa, dan pemandangan Diana menghadapi beberapa makhluk bayangan hitam.

Bayangan itu segera mengasumsikan bentuk manusia. Itu adalah sosok seorang pria yang mengenakan zirah full body yang terlihat jauh lebih besar daripada Diana.

Matanya merah seperti magma dari bawah tanah yang dalam, dan cahaya itu berkedip, berkedip-kedip dan tak menyenangkan yang membuat ketakutan masuk ke dalam hati orang-orang yang melihatnya.

Yasuo benar-benar lumpuh karena takut melihat sesuatu yang tak wajar, dan Diana berkata,

"Yasuo! Kembali! Aku akan mengatasinya!!"

Suara nyaring Diana membawanya kembali ke akal sehatnya.

"T-tapi ini..."

"Tak masalah!"

Diana menatap lurus ke arah bayangan dan meneriakinya pada Yasuo tanpa berbalik untuk melihatnya.

"Meskipun aku tak bisa dibandingkan dengan Hideo dan Madoka, aku adalah seorang Tentara Magitech! Jadi tak ada yang perlu...."

Yasuo tak tahu mengapa dia sempat ragu pada bagian itu, tapi saat berikutnya, Diana berlari maju dengan kecepatan yang cukup tinggi untuk memecahkan lantai.

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan!!"

Gadis dari negara lain yang mengenakan piyama ibunya mengayunkan kedua tinjunya ke bawah bayangan.

Di masing-masing tangannya, ia memegang sesuatu yang tampak seperti senapan tanpa laras. Detik berikutnya, kedua tangannya mulai bersinar, dan sesuatu yang tampak seperti bilah cahaya tampak di atas genggamannya. Bilah cahaya berwarna sama dengan mata Diana, dan terlalu panjang untuk disebut pisau, namun terlalu pendek untuk disebut pedang.


Yasuo tak tahu banyak tentang senjata, jadi istilah 'pedang pendek' dan 'belati' tak terpikir olehnya.

Tubuh langsing Diana memungkiri kekuatannya yang luar biasa, dan dia menyerang bayangan dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa, namun bayangan itu dengan mudah menghalangi cahaya terang yang bersinar.

"Ku!"

Tapi sepertinya Diana mengharapkan serangannya terhambat. Sambil menahan pedang bayangan dengan dua bilahnya, dia memutar tubuhnya di udara, melompat ke atas, dan merenggut leher bayangan itu dengan menggunakan lututnya usai mendarat di bahunya.

"Haaaaaaaa!!"

Seiring dengan teriakan Diana, "sesuatu" dilepaskan dari genggaman yang menghasilkan pedang ringan yang dipegang Diana, dan dampaknya membuat Diana dan bayangan itu terbang keluar rumah.

Dampak dari apapun yang dilepaskan dari dua pedang Diana menghancurkan rak mantel di dekat pintu depan. Yasuo tak khawatir tentang itu dan malah berusaha mengejar Diana yang bertelanjang kaki dan hanya memakai piyama.

"Ugh."

Namun, kakinya mulai bergetar, dan dia tak bisa bergerak dari tempat itu.

Masih ada sesuatu yang tampak seperti embun hitam, yang membara di dekat tempat bayangan itu berada. Dia bisa mendengar suara benda logam saling menyerang, tapi dia masih tetap ketakutan, dan dia tak dapat melihat apa yang terjadi.

Sementara dia begitu,

"Apa yang sedang terjadi!?"

"Eh!?"

Madoka, yang telah mandi, bergegas keluar bahkan tanpa mengeringkan tubuhnya dan hanya handuk mandi yang melilitnya. Dia melihat pintu yang hancur, Yasuo meringkuk ketakutan, dan kilasan bayangan di luar pintu.

Usai dia memahami keseluruhan situasi, ibunya segera mengambil tindakan.

"Diana-chan ada di luar, kan? Diam di tempat. Selain itu, remote TV ada di kamar mandi karena alasan tertentu, kembalikan ke tempatnya semula."

Setelah mengatakan itu, ibunya bergegas keluar dari pintu depan dari koridor menuju kamar mandi dengan kecepatan lebih cepat daripada Diana sambil mengeluarkan tetesan air dari bak mandi di mana-mana, dan terbang ke udara dari depan rumah.

Ya, dia melayang ke udara dan menghilang dari pandangannya.

Dalam ingatan Yasuo, ibunya adalah seseorang yang membenci latihan, membenci mengangkat benda-benda berat, dan kehabisan napan selama lomba 50 meter untuk orangtua pada Hari Olahraga saat ia berada di sekolah dasar. Dia jelas bukan seseorang yang akan menggunakan atap rumah yang berlawanan dengan mereka sebagai pijakan untuk terjun ke langit seperti ninja.

Dia menahan ketakutan tadi, tapi melihat ibunya menarik sesuatu yang lebih tak masuk akal daripada Diana menyebabkan rasa ingin tahunya untuk mengatasi rasa takut. Yasuo melangkah keluar dengan ragu-ragu sambil menghindari api yang tersisa di dekat pintu.

"Wow!?"

Bola api meledak tepat di atas rumah, dan semburan udara panas mengenai punggungnya.

Sekali lagi, ketakutan menguasai dirinya dan dia tak bisa berdiri.

"Yasuo! Apakah kamu baik-baik saja!?"

"Sudah kubilang kamu tinggal di dalam rumah!"

Diana, dengan piyamanya sedikit terbakar, dan ibunya hanya mengenakan handuk, muncul dari langit yang gelap.

"...apakah itu kabur?"

"Aku tak yakin. Tapi aku tak bisa merasakan kehadirannya lagi."

Sementara ibunya dan Diana waspada untuk bahaya lebih lanjut, Yasuo memikirkan sesuatu yang sangat berdosa.

Mengapa ibunya dan Diana tak mengganti pakaian mereka?

Tampaknya manusia akan memikirkan hal-hal kecil saat mereka terdorong ke batas mereka.


Suara yang disebabkan oleh ledakan bola api dan gelombang panas yang menyertainya meninggalkan dampak pasti pada lingkungan sekitar.

Contohnya, istri Kawamura-san dari depan sedang berbicara tentang bagaimana dia merasa takut dengan pintu kacanya yang terguncang oleh dampak tiba-tiba, dengan nada 70% kecemasan dan 30% rasa ingin tahu.

Tampaknya tak ada yang melihat ibunya, Diana, atau bayangan misteriusnya, namun beberapa orang telah melaporkan bahwa mereka telah mendengar suara ledakan tersebut, atau melihat ledakan tersebut. Karena pintu depan mereka pada dasarnya telah berkurang menjadi puing-puing, Yasuo dan Nodoka merasa bahwa ini bukan saatnya pergi ke sekolah.

Seiring dengan ledakan gas dan kesalahan pada saluran listrik yang dianggap sebagai penyebab yang mungkin terjadi, polisi dan pemadam kebakaran telah bergegas ke tempat kejadian bahkan menyatakan kecurigaan yang tak adil bahwa Yasuo atau Nodoka telah menarik semacam lelucon berbahaya, atau ibu mereka yang memiliki SIM yang menyimpan bensin secara ilegal.

Pada akhirnya, insiden tersebut diselesaikan setelah polisi memastikan bahwa tak ada hal lain yang akan terjadi (yang sangat aneh, karena mereka belum mengetahui penyebabnya) dan Madoka memanggil suami dan pemilik rumah tersebut, Hideo, untuk memastikan dirinya tentang kejadian itu

Diana menyembunyikan diri karena ibu Yasuo telah menyuruhnya untuk bersembunyi di atap rumah, karena kehadirannya akan menyulitkan saat polisi memeriksa identitas penduduk rumah tersebut. Lalu, beberapa kantor berita menangkap aroma ceritanya dan berkumpul di sekitar rumah mereka, jadi Diana tak bisa kembali ke dalam untuk sementara.

"Bu! Rumah kita sedang ditayangkan di berita! Banyak rinciannya telah dihilangkan!"

Saat Nodoka mengatakan hal ini usai menonton berbagai program sore yang biasanya tak dia lihat, ibu mereka hanya bisa memegangi kepalanya dengan tangannya, dan Diana, yang telah menghindari polisi dan menyelinap kembali ke dalam rumah usai wartawan berita tersebut pergi, Juga memegangi kepalanya dengan tangannya.

Tapi, tak peduli berapa banyak dari mereka yang menyesalkannya, itu adalah fakta bahwa beberapa kejadian telah terjadi yang menghancurkan kehidupan damai di lingkungan mereka. Lebih buruk lagi, ada fakta bahwa beberapa bahaya yang tak bisa diidentifikasikan mendekati keluarga Kenzaki.

Begitu keadaan sedikit tenang di malam hari, Yasuo berkata bahwa ia ingin pergi ke sekolah persiapan, dan Diana bersikeras untuk ikut. Di satu sisi, itu sangat alami.

Itu sangat alami, tapi...

"Ante Lande, ya...."

Mencari itu di Slimphone-nya hanya memberinya beberapa ratus hasil untuk kata 'Antenna'. Yasuo melirik bangunan yang dia curigai tengah disembunyikan Diana saat dia menelusuri hasil pencarian.

Mengesampingkan apakah ayahnya benar-benar seorang 'Pahlawan', 'Insiden ledakan pintu depan kediaman Kenzaki' yang terjadi tadi malam tak bisa dijelaskan jika dia tak menerima keberadaan dunia lain, Tentara Magitech, dll.

Tak peduli bagaimana kamu melihatnya, orang normal tak bisa melakukan hal-hal yang telah dilakukan Diana dan ibunya. Kehadiran bayangan misterius yang tampak seperti api hitam tak bisa dijelaskan oleh akal sehat orang Jepang.

Namun, mengakui itu berarti mempercayai segala sesuatu yang Diana katakan tanpa syarat, dan menerimanya sebagai fakta. Begitu dia menerimanya, kehidupan sehari-hari Yasuo mungkin takkan pernah kembali normal. Dalam hal ini, apa yang akan terjadi pada keluarga Kenzaki?

"...Cih."

Yasuo tiba-tiba berhenti dan melihat ke sekeliling jalan yang sangat dia kenal.

Saat malam hari, dan jalan yang melintasi distrik perumahan diterangi oleh lampu jalan. Tapi, ada beberapa tempat yang tak terjangkau oleh cahaya, seperti area antara rumah-rumah, dan tempat-tempat itu dipenuhi bayangan.

Mungkinkah bayangan misterius tadi malam bangkit lagi dari salah satu tempat itu?

Kejadian tadi malam terjadi begitu tiba-tiba sehingga dia tak sempat memikirkan secara mendalam tentang jenis makhluk apa itu, Diana dan ibunya pun juga tak banyak bercerita tentang itu pagi ini.

Dengan cara tertentu, Yasuo takut untuk meminta informasi lebih lanjut.

Usai pagi ini, dia tak mau menerima fakta bahwa semuanya telah berkembang ke tingkat di mana ayahnya tak lagi punya pilihan selain menerima usulan Diana. Begitu ayahnya menerimanya, kedamaian keluarganya takkan pernah bisa dipulihkan.

Tiba-tiba, berbagai film, novel, manga, dan anime yang dia lihat melintas di kepala Yasuo. Orang awam yang mengetahui tentang rahasia 'Protagonis' takkan lagi bisa menjalani kehidupan biasa.

Tokoh protagonis akan memiliki sejumlah musuh, dan musuh-musuh itu akan membuat segala macam rencana untuk melemahkan kekuatan protagonis.

Akan ada musuh yang secara langsung menantangnya untuk bertarung menggunakan kekuatan, musuh yang akan mencoba menjebaknya dengan menggunakan skema yang rumit, dan musuh yang akan menggunakan trik curang.

Tokoh protagonis itu telah menyelamatkan dunia di masa lalu. Itu berarti level karakternya pada level yang sama sekali berbeda, dan kekuatan jahat tak berharap bisa mengalahkannya dengan mudah dengan menyerangnya. Untuk mengurangi ancaman lawan yang begitu kuat, bisa saja mereka menyakiti keluarga tercintanya atau teman dekatnya.

"Ah."

Lutut Yasuo mulai terguncang sedih, dan dia merasa seperti akan runtuh. Dia telah melihat beberapa "Peran Penjahat" di film yang menghasilkan skema serupa. Apakah bayangan itu hanyalah metode tak langsung yang digunakan untuk mengusir protagonis?

Musuh telah menemukan markas besar protagonis tersebut, dan tengah menunggu kesempatan untuk menyerang anggota keluarganya yang berharga yang sama sekali tak siap dalam usaha menahannya.

"Di..."

Tepat ketika dia akan memanggil nama utusan dari Ante Lande, yang telah ditolaknya sampai sekarang:

"Apa yang kamu lakukan, hanya berdiri diam di tempat seperti ini?"

Usai dipanggil tiba-tiba, Yasuo merasa jantungnya akan melompat keluar dari mulutnya, dan meringkuk ke bawah.

Melihat ke belakang, dia melihat bahwa seorang pendek yang mengenakan switer polos telah keluar dari sekolah persiapan, dan menatapnya.

Bahkan sebelum dia bisa memproses siapa orang itu, dia mulai berbicara.

"Kamu cukup rajin, datang ke sekolah persiapan bahkan setelah kejadian besar terjadi."

"...Eh?"

Yasuo melebarkan matanya dan menatapnya erat-erat.

Gadis itu mungkin seumuran Yasuo. Rambutnya pendek dan mata besar. Cara berbicaranya sangat ramah, tapi masalahnya adalah dia belum pernah melihatnya.


Tak peduli seberapa keras ia mencoba mengingatnya, ia tak dapat mengingat siapapun yang cocok dengan deskripsi gadis ini. Sebenarnya, Yasuo hampir tak punya kesempatan untuk berbicara dengan wanita selain keluarganya dan Diana. Dia menganggap bahwa dia mungkin berada di kelas yang sama dengan dirinya di sekolah, dan dia tak mengenalinya karena dia tak mengenakan seragamnya, tapi lebih baik atau lebih buruk lagi, dia tak dapat memikirkan gadis manapun yang akan berinisiatif untuk berbicara dengannya

Usai saling menatap sebentar, gadis itu sepertinya mengerti sesuatu dan membuka mulutnya.

"Ah, aku minta maaf untuk berbicara denganmu tiba-tiba. Kurasa aku mengejutkanmu."

"Uhh, ya."

"Kamu akan menghalangi orang lain kalau kamu terus berdiri di sana. Bukankah kamu perlu masuk ke dalam pelajaranmu?"

"Ah."

Yasuo kembali sadar. Tempat di mana dia hampir terbebani oleh ketakutan yang tak dapat dijelaskan ada tepat di depan pintu sekolah persiapan, dan dia memperhatikan bahwa beberapa murid sekolah persiapan melangkah melewatinya untuk melewati pintu sambil memandangnya dengan sebuah ekspresi jengkel

"A-Aku minta maaf..."

"Oh, tak apa-apa. Aku akan pulang hari ini juga."

Usai mengatakan itu, gadis itu meninggalkan sisinya dan berjalan pergi. Pada saat itu, Yasuo akhirnya menyadari bahwa dia belum tahu siapa orang itu.

"H-Hei!"

"Kamu tahu,"

Yasuo merasa terdorong oleh kata-kata gadis yang baru memutar kepalanya untuk menengok ke arahnya.

"Hal-hal yang mungkin terlihat kasar untukmu saat ini, tapi tetap kuat, oke? Sampai jumpa."

"Eh?"

Usai mendengar ucapannya seperti dia tahu apa yang dirinya alami, Yasuo lupa apa yang akan dia katakan dan menjadi bingung. Pada saat itu, gadis itu telah membelakanginya dan meninggalkan sekolah persiapan.

"T-Tunggu!"

Yasuo berbalik dan berlari keluar dari sekolah persiapan yang baru saja dia kunjungi, dan menggeledah jalan setapak pada gadis yang memakai switer yang baru saja dia lihat.

"Ah."

Dia menemukan switer yang hampir menyatu dengan cahaya senja, dan mengejarnya.

Namun, gadis yang memakai switer berjalan lebih cepat dari perkiraannya, dan karena tertunda lampu lalu lintas dan kerumunan orang yang keluar dari stasiun Tokorozawa, dia merasa sulit untuk menyusulnya.

"Hei!"

"Hmm?"

Setelah akhirnya menyusulnya di daerah perumahan, gadis itu menanggapi suaranya dan berbalik, menatapnya dengan waspada.

"Ada apa?"

"Umm, baiklah..."

Yasuo berhasil menarik napas dan menatapnya, tapi menyadari bahwa dia tak memikirkan apa yang harus ditanyakan kepadanya, dan kehabisan kata-kata sejenak.

"B-Bagaimana?"

"Eh?"

"Bagaimana kamu tahu tentang itu?"

Jadi dia langsung bertanya langsung padanya. Apa sebenarnya yang dia tahu tentang kejadian yang terjadi di sekelilingnya? Mengapa dia mengambil inisiatif untuk berbicara dengannya?

"Tahu tentang apa?"

"Tentang aku berada di tempat yang kasar saat ini juga."

Yasuo bertanya padanya apa yang dia maksud dengan kata-katanya tanpa memikirkannya, dan gadis itu memiringkan kepalanya ke satu sisi.

"Maksudku, mereka membicarakannya di berita."

Yasuo membuat ekspresi tercengang mendengar kata-katanya yang tak terduga.

"Ada sebuah cerita tentang itu di berita semalam, jadi kupikir kamu pasti mengalami masa-masa sulit, itu saja."

"…Hah?"

"Ada ledakan gas di depan rumahmu atau ada sesuatu, kan?"

"Ah."

Sampai sini, akhirnya Yasuo menyadari bahwa ia telah membuat kesalahpahaman besar-besaran. Dia juga menyadari bahwa dia telah bersikap kasar, dan langsung tahu betapa terpojoknya perasaannya.

Masalah yang dia alami selama tiga hari terakhir ini disebabkan Diana dan berhubungan dengan Ante Lande. Karena itulah, saat seorang gadis asing mencoba menawarkan beberapa kata dukungan, secara tak sadar dia berasumsi bahwa ini terkait dengan Ante Lande.

Namun, dia tak bisa bereaksi normal karena merasa terpojok secara mental, dan juga:

"Kamu terlihat seperti merpati yang ditembak dengan senapan mainan."

Alasan lainnya adalah karena dia belum pernah melihat gadis yang tengah tertawa usai mengatakan itu.

Memang benar beberapa gambar diperlihatkan pada berita tentang keluarga yang terkena dampak 'Insiden Ledakan', namun tak ada korban jiwa, dan mereka juga tak menyebutkan namanya. Meski begitu, gadis asing di depannya telah menghubungkannya dengan berita tentang ledakan tersebut.

Karena itulah, dia berasumsi bahwa gadis di depannya juga terhubung dengan Ante Lande, atau mungkin tahu tentang bayangan tadi malam.

"…Ha."

Pada saat dia menyadari, Yasuo jatuh dengan sedih dengan kaki dan tangannya di jalan.

"Hei, apa kamu baik-baik saja?"

"Ah, maaf, aku baik-baik saja, aku tak berpikir."

Yasuo membalas dengan senyuman yang tampak menyeringai, dan gadis itu menatapnya dengan senyum pahit.

"Kurasa begitu. Pasti terlihat seperti itu."

Dia menawarkan tangannya untuk membantu Yasuo berdiri.

"Bisakah kamu berdiri, Yasu-kun?"

Dan dia memanggilnya dengan nama panggilan.

Suara dan julukan itu membangkitkan ingatan Yasuo. Dia teringat suara itu, memanggilnya dengan julukan itu. Dia juga menyadari bahwa ini berasal dari ingatan yang sangat berharga.

"Kamu adalah…"

Yasuo mengulurkan tangannya, dan hendak memegang tangan yang telah diraihnya ke arahnya, kapan:

"Ah, sayang sekali."

Gadis itu langsung mencabut tangannya, dan tertawa sedikit nakal.

"Kamu hanya mencoba yang terbaik untuk mengingat siapa aku sebenarnya?"

"Eh!? T-Tidak, aku tidak!"

Dia tak hanya mengatakan dengan tepat apa yang dipikirkannya, tapi dia juga menarik tangannya seperti Yasuo yang hendak menahannya, jadi dia hampir kehilangan keseimbangan. Sambil menahan diri untuk tak jatuh, sekali lagi Yasuo melihat dari dekat wajah gadis itu.

Apakah mereka dari sekolah yang sama? Atau mungkin, mereka adalah teman sekelas di SD, SMP, atau pada beberapa pelajaran ekstrakurikuler? Apakah mereka mungkin saling berbicara dalam pelajaran khusus yang dilakukan saat pertama kali mengikuti sekolah persiapan?

Namun, tak peduli berapa banyak yang dipikirkannya, dia tak bisa mengingat gadis di depannya ini.

"A-Aku minta maaf."

Jadi, Yasuo memilih untuk meminta maaf secara jujur.

"Jangan minta maaf dengan nada gelap. Maaf juga, karena mencoba mengujimu.... Aku menyadari bahwa penampilanku telah berubah banyak."

Usai mengatakan itu, gadis itu melangkah maju dan memegang tangan Yasuo dengan tangannya sendiri.

"Aku tak percaya kamu mengejarku, meski kamu tak tahu siapa diriku."

Sekarang usai dia menyebutkannya, dia sadar bahwa dia benar.

"Tentang itu... aku sangat minta maaf."

Yasuo tak punya pilihan selain menyerah sepenuhnya. Alih-alih mencoba membela diri dengan alasan yang lemah, dia memutuskan akan lebih baik menyerah dan mencari tahu siapa dirinya. Dilihat oleh perilakunya, dia tak tampak sangat marah karena Yasuo sudah melupakannya.

"Aku nggak marah, tapi bukan berarti aku tak merasa sedikit kecewa."

Namun, gadis itu berbicara seolah bisa membaca pikiran Yasuo.

Dan kemudian, bertentangan dengan kata-katanya, gadis itu mengungkapkan sebuah ungkapan yang mengindikasikan bahwa dia bersenang-senang melihat Yasuo, yang mencoba yang terbaik untuk mengingat siapa dirinya.

"Yah, aku juga tak ingin bertemu lagi di sekolah persiapan, jadi kukira itu tak bisa ditolong. Aku yakin kamu berteman dengan banyak gadis, benar, Yasu-kun? Apa boleh buat kalau kamu tak mengingat seseorang sepertiku."

Gadis itu mengatakan bahwa dengan nada sarkastis, dan tak membiarkan Yasuo keberatan.

"Eh? Tidak, aku benar-benar tak..."

Karena dia berbicara seperti ini, pastilah dia adalah teman sekelas SD atau SMP. Dia menyerah saat mencoba mengingat dan menatap lurus ke arahnya, dan menemukan bahwa dia memiliki ekspresi tak terduga yang lembut dan imut di wajahnya.

Meski dia tipe yang sama sekali berbeda dari Diana, tak salah jika memanggilnya gadis cantik. Tak hanya gadis yang lembut dan imut yang berbicara kepadanya dengan ramah, dia juga memanggilnya dengan nama panggilan, jadi tak ada yang membuatku sedih.

Yasuo mulai merasa sadar akan fakta bahwa mereka berasal dari jenis kelamin yang berbeda, tapi dia masih tak bisa memikirkan gadis-gadis dari SMP yang memanggilnya dengan nama panggilan, kecuali orang itu...

"Tunggu…"

Sebuah gambar ajaib mulai muncul di kepala Yasuo.

"Yasu-kun."

Namun, sangat berbeda dengan gadis di depannya.

"Yasu-kun, kamu tak menganggapnya aneh?"

Tak ada kesamaan sama sekali....

"Tumbuh dewasa... aku tak begitu yakin apa artinya itu, tapi aku takkan mengatakan hal seperti itu lagi."

"Tentu saja tidak."

"Terima kasih, Yasu-kun."

Yasuo merasa dia telah menarik pohon anggur yang ramping, dan sejumlah kentang menempel padanya.

"Ta-Ta-Ta-Ta-Ta-Ta-Ta-"

Setiap kali dia membuat suara itu, rasanya seperti sarang laba-laba dalam ingatannya lenyap secara bertahap, dan sudut-sudut mulut gadis itu malu sedikit demi sedikit.

"Kamu pasti bercanda!?"

"Tentu saja tidak!"

Meski dia membalas dengan senyum lebar di wajahnya, Yasuo tak berusaha bercanda, dia sangat serius. Karena itulah, dia bertanya lagi:

"Tidak, kamu pasti bohong!?"

"Tentu saja tidak! Jangan beritahu aku, apa kamu benar-benar tak ingat siapa aku!?"

"T-tapi...!"

Yasuo berkeringat dingin karena alasan yang sama sekali berbeda dari sebelumnya, membandingkan gadis di depannya dengan ingatannya beberapa kali, dan akhirnya meneriakkan namanya.

"Tatewaki-san, apa kamu selalu begini!?"

"Kamu perlu menambahkan kata 'Kehalusan' ke kamusmu!"

"Maksudku, kamu pernah bilang sebelumnya, bahwa penampilanmu telah berubah. Tapi bukankah ini terlalu banyak!?"

"Oh benarkah!? Yasu-kun, kamu dulu adalah anak pemalu yang akan banyak gelisah karena kamu tak terbiasa berbicara dengan gadis, dan sekarang kamu tiba-tiba menuduhku sebagai pembohong, menurut kamu siapa kamu!?"

"Hentikan itu. kamu juga bukan tipe orang yang akan berbicara seperti ini!"

"Yasu-kun, kalau begitu, kamu pasti memintaku untuk tak berbicara seperti itu dengan lebih sopan."

"Hah!? Serius!? Hah!?"

Tak aneh bagi Yasuo untuk bertindak begitu histeris. Teman sekelasnya di kelas 2 SMP, Tatewaki Shouko, jelas bukan seseorang yang mau berbicara dengan cara begitu.

Dalam satu generasi ketika anak-anak SMP sekalipun secara alami membawa Slimphones, dia adalah seorang gadis dengan rambut yang dikepang dan kacamata bertabur perak, dan membuatmu bertanya-tanya apakah dia berasal dari Era Showa.

Dia ingat bahwa penampilannya saat mengenakan seragam ala pelaut di SMP mereka akan membuat orang berpikir bahwa dia sempurna untuk peran utama dalam sebuah drama tentang masa perang.

Suaranya cukup tenang untuk dibandingkan dengan bunyi nyamuk, dan hampir tak mungkin bisa bercakap-cakap dengannya jika lingkungannya agak bising.

Dia merasa mustahil untuk menghubungkan citra dirinya dengan gadis berambut pendek dan bermata besar yang terlihat jago olah raga di depannya.

"Aku bisa mengatakan hal yang sama tentangmu! Usai aku mengalami masalah mengkhawatirkan tentangmu, pertama kamu tak ingat siapa aku, dan kemudian kamu bertanya apakah aku selalu seperti ini! Kamu merobek identitasku sebagai wanita hancur!"

"Umm, tapi itu karena..."

"Ah, dan gadis manapun yang berbicara tentang identitasnya sebagai wanita benar-benar tak punya hal begitu."

"Apa maksudnya? Dan astaga, apa kamu beneran Tatewaki-san?"

"Kamu masih menanyakan itu?"

"Tentu saja. Kamu sama sekali berbeda... apakah sesuatu terjadi padamu di SMA?"

Ungkapan 'debut SMA' melintas di benaknya. Karena mereka berada di kelas yang berbeda di kelas 3 mereka di SMP, Yasuo tak tahu SMA mana yang dia ikuti, tapi mungkin dia terinspirasi untuk berubah karena perubahan lingkungannya.

"Kamu terdengar seperti bertanya padaku apakah aku berteman dengan orang yang salah di SMA?"

Shouko berbicara padanya sambil cemberut dan menunjuk ke arahnya.

"Ada peribahasa yang mengatakan 'Perhatikan baik-baik seorang pria jika kamu belum pernah bertemu dengannya selama tiga hari'! Orang akan berubah seiring berjalannya waktu, tahu!"

"Tapi kamu kan perempuan."

"Itu karena peribahasa itu sudah lama sekali! Berhenti rewel dan terima saja ide di balik itu! Lagi pula, apa yang kamu mau? Yasu-kun, apa yang ingin kamu lakukan setelah memburu seorang gadis yang bahkan tak kamu anggap perlu mengingatnya?"

"Ah, tidak, aku..."

Dia mengira ada orang asing yang berhubungan dengan Ante Lande dan mengejarnya, hanya karena kebetulan dia mengenalnya sebagai kenalan lama.

Pada dasarnya, dia sama sekali tak punya urusan dengannya.

"Umm, ada beberapa hal yang keliru, dan hal yang salah, jadi... umm..."

"Oh? Apakah kamu menderita amnesia?"

"Maaf, ya?"

Yasuo benar-benar meminta maaf, dan mengatakan kata-kata yang seharusnya dia katakan.

"Lama tak jumpa. Kamu telah berubah banyak, aku benar-benar terkejut."

"Ya, sudah sangat lama. Yasu-kun, aku tak bisa tahu apakah kamu sudah berubah atau tidak, tapi kurasa kamu tak sama seperti sebelumnya."

Shouko akhirnya memberinya senyuman yang tulus, yang kemudian berubah menjadi perhatian.

"Apa kamu tak pergi ke sekolah persiapan? Apakah itu tak apa-apa?"

"Ah, ya, bukan masalah. Bagaimanapun, senang berbicara denganmu."

Yasuo membenci dirinya sendiri karena berusaha mengakhiri percakapan dengan kata-kata samar seperti itu, tapi dia tak cukup berpengalaman untuk mengatakan sesuatu yang berarti dalam situasi seperti itu.

"Begitu ya. Yah, aku senang kamu mengingatku."

Sepertinya Shouko telah mengatasi kemarahannya.

"Aku harus pulang hari ini, jadi mari kita simpan obrolan panjang untuk besok dan seterusnya, oke?"

"Ah, oke."

Benar, begitulah seharusnya.

Meski cara terjadinya itu sangat memalukan, perubahan dalam kehidupan sehari-harimu seharusnya menjadi hal-hal seperti ini, seperti bertemu dengan seseorang yang belum pernah kamu lihat sejak lama. Jelas bukan hal-hal seperti utusan yang datang dari dunia lain, atau monster menendang pintu depanmu.

"Yasu-kun, apa kamu punya akun di ROPE? Kalau nggak, bisakah kamu memberiku alamat email-mu..."

Terlebih lagi, itu datang dengan bonus bertukar informasi kontak.

Tepat ketika Yasuo mulai merasa lega setelah tiga hari mengalami perubahan misterius...

"Pergi dari Yasuo!"

Suara itu terdengar seperti pembawa pesan kematian, datang untuk membawanya ke neraka.

Situasi akan menjadi rumit.

Tak peduli apa yang dia lakukan, itu akan menjadi rumit.

Itu pasti akan menjadi rumit.

Yasuo menegaskan bahwa kehidupan sehari-hari yang dia inginkan akan pergi jauh.

Post a Comment

0 Comments